← Back to portfolio

Mengenal Toxic Positivity

Published on

Apakah perasaaan gagal atau sedih harus diterima atau perlu di semangati?. Kita pasti pernah merasakan kegagalan atau kesedihan setelah mengalami sesuatu atau melakukan sesuatu yang kita harapkan hasilnya. Pada kenyataannya tidak semua hal yang kita lakukan hasilnya akan sesuai dengan ekspektasi kita, kemudian pertanyaannya adalah apakah perasaan yang timbul harus diterima sebagai kegagalan yang tertunda atau perlu di semangati?

Menerima dan menyemangati lewat kata-kata positif tidak sepenuhnya benar. Kenyataannya, hal ini dianggap sebagai pemalsuan atas perasaaan diri. Terdapat sebuah istilah toxic positivity. apa itu toxic positivity? dilansir dari psychology today, toxic positivity adalah kebahagiaan yang beracun artinya dengan terus bersikap positif hidup akan menjadi lebih baik.

Berfokus hanya pada hal-hal yang positif dapat memberikan racun terhadap diri, pemalsuaan atas perasaaan diri bukan hal yang baik untuk kesehatan mental, menerima perasaan negatif dan memahaminya tentu bukan sesuatu yang buruk. Seperti dalam kasus seseorang tengah mengalami depresi lalu orang lain mengatakan kata-kata atau motivasi “semangat” kepada seseorang tersebut.

Kata-kata menyemangati atau memberikan sebuah motivasi dianggap sebagai toxic positivity pada kondisi tertentu. Oleh karena itu, pentingnya menempatkan diri dan memberikan kata yang tepat kepada seseorang yang sedang merasakan perasaan negatif atau sedih. Untuk diri sendiri menerima perasaan negatif dan mengikhlaskannya menjadi bagian dari proses diri untuk menghindari toxic positivity.

Mendengarkan keluh kesah seseorang merupakan salah satu cara untuk menghindari toxic positivity daripada memberikan kalimat “kamu pasti bisa” melainkan dengan “kamu sudah melakukannya dengan baik”. Oleh karena itu, pentingnya berpikir sebelum berbicara.

Sumber Gambar: inc.magazine